JILID 1
Mentari menyapa hari dengan senyum
manisnya, memberi semangat kepada setiap insan untuk terus bersyukur menjalani
hari-hari, menjajakan kaki melangkah menuju kebenaran yang haqiqi serta setapak
demi setapak laju kaki mencari ilmu untuk berbenah diri.
“Hey ana!, gila apa lo!” Teriak
hesti, yang membangunkanku dari lamunanku.
“Apaan sih hes, pagi-pagi juga udah
teriak-teriak, gag takut itu urat nadi putus apa??” sautku heran.
“bisa-bisanya lo putusin andi, kurang
apa memangnya dia?”
Sambil kutatap matanya, senyumlah
yang mewakili semuanya. Ini sudah
pilihanku, akan panjang jika aku jawab semuanya, toh, hesti pasti belum bisa
nerima alasanku celoteh batinku.
“ Belum saatnya kamu tau jawabannya sayang,
ada saatnya nanti kamu pasti mengetahui semuanya, aku pergi dulu ya! Assalamuaalaikum”
Terlihat dari wajahnya
terheran-heran, mungkin dalam batinnya berkata kena malaikat dari mana ini orang.
Bisa dikatakan kalau aku adalah orang
yang paling angkuh, aku tau agamaku tapi aku tak mengerti agamaku. Teringat dulu
ketika aku belum mengenal lelaki, aku adalah orang yang tak pernah lupa akan
sholat, puasa dan bakti pada orang tua. Tapi cinta merubah segalanya, aku
berubah seratus persen setelah mengenal lelaki yang bernama Andi itu, aku lupa
bagaimana proses perubahanku, tapi Alhamdulillah Tuhan menurunkan hidayahnya
lewat mimpiku semalam, aku bermimpi aku bertemu 2 malaikat yang rautnya sungguh
menakutkan dan dia memberiku sebuah kaset, dimana didalamnya berisi semua
keburukanku. Aku terbangun dan menangis dengan sejadi-jadinya kemana aku selama ini, ighfirli ya Allah,
aku lupa padamu,aku lalai akan perintahmu. Mulai saat inilah, aku mulai
ingin kembali menjadi ana yang dulu, yang tak pernah membangkan apa kata abi,
umi, mas dan ingin mulai menjadikan Al-Quran sebagai kebutuhanku.
***
Hari berlalu, dan setanpun mulai mengusik. Hatiku
mulai berkecamuk ahh,, kenapa aku
putuskan Andi, dia punya segalanya, ketampanan, harta bahkan perhatian lebih. Apalagi
orang tua sudah mulai saling mengenal, walaupun sebenarnya abi tidak setuju aku
berhubungan dengannya. Dilain sisi nuraniku menjerit Apa kamu tidak ingin kembali seperti dulu?, menjadi dirimu yang bebas
tanpa belenggu yang namanya pacar, sudah putusin saja! Ingat semua dosamu ana,
kemana imanmu?. Hah,,, bahkan hati dan nuranikupun berperang, tapi aku
tidak boleh sedikitpun goyah dengan pilihanku, aku kangen umi dan abi, aku
kangen Al-Quran, aku kangen hijabku dan aku ingin kembali.
Tut,,, Tut,,,Tut,,, Dering
handphoneku yang membangunkan aku dari lamunanku, tumben si mas telephone malam-malam.
“Assalamualaikum”
“ Waalaikumsalam, anti putus sama
andikah dek?”
“ iya mas, antum tau dari mana?”
“ Dia tadi telephone aku dek, katanya
anti yang mutusin dia, kenapa ?”
Sungguh tak disangka dia bahkan
langsung menghubungi kakakku, ya memang, aku tau dia teman kakakku, tapi tak
seharusnya dia melibatkan orang masuk kedalam urusan pribadinya.
“Tidak ada apa mas, aku cuma lelah
mas nakal terus, memangnya mas gak pengen liat adikmu berubah apa?”
Ungkapku manja pada kakakku.
“Alhamdulillah, si bawel sudah sadar.
Mas udah rindu banget sama tilawahmu dek, mas kangen kamu yang dulu dek, yang gak buat umi sama abi
nangis. Mas bakal bantu anti, tapi anti harus janji, memang benar-benar berubah
dan gak bakal pacaran!, kalau sampai pacaran tak suruh pacarmu main ke rumah,
langsung tak panggilin naib sekalian” dengan nada yang meyakinkanku bahwa mas serius berkata seperti itu.
“ iya mas, aku janji tapi antum ya
jangan bosan-bosannya ngingatkan ana. Mas cepetan pulang ya!, ana ingin cerita
banyak ama antum”
Dulu kakak adalah tempat mencurahkan
semuanya, tapi tidak ketika aku pacaran dengan Andi. Dan mulai sekarang aku
ingin kembali lagi.
“ Iya bawel, mas hari minggu
insyaallah pulang. Udah anti tidur sono, udah malem lo!, assalamualaikum”
“ Waalikumsalam”
Selama ini aku terlalu lelap dengan
duniaku, tak pernah ku dengar kata mas, aku ingin hari minggu segera tiba,
sehingga aku bisa memberi kejutan ke masku yang paling tampan sendiri.
Tiba-tiba pandanganku menuju ke
mushaf dengan sampul biru yang ada diatas lemariku, ah,,,sungguh lama aku tak menyentuhmu, sampai-sampai debu-debu tega
untuk menempel dibajumu. Air mata ini mengucur dengan deras mengenang
noda-noda yang lama kubiarkan membandel.
***
Dering alarm membangunkanku, memang
semalem sengaja ku pasang alarm untuk mengingatkanku kala waktu shubuh tiba. Aku
segera bangun dan mengambil air wudlu serta kembali kerutinitas 3 tahun yang
lalu, sholat shubuh kemudian membaca firmannya yang terbuku dalam 1 mushaf
yaitu Al-Quran, tak lupa setelah itu, ketengok dapurku, ku kerjakan semuanya
dari mulai mencuci piring dan mempersiapkan sarapan untuk abi dan umi.
“ Umi tumben jam segini sudah siap
sarapannya” terdengar suara abi dari ruang makan.
“ Apaan to bi, wong umi lo baru
selesai tilawahnya, ini baru mau ke dapur”
Saut umi, mereka mulai saling pandang
dengan tatapan yang saling heran.
“ Gimana abi, umi enak gak masakan
ana?” Kataku sembari memeluk umi dari belakang
“ Ayo segera dicoba abi, ya memang
mungkin tak seenak masakan umi sih. Tapi insyaalh tidak mengecewakan kok”
Mereka mulai menatapku dengan
pandangan heran,
“ In.. ni,, benar masakanmu to nduk?”
Tanya abi dengan raut penasaran.
“ Iya abi, ini masakan ana”
“kamu gak apakan sayang?” sahut umi,
“ Ndak umi, Abi! Ana gak apa. Maafin
ana selama ini ya umi, Maafin ana selama ini bi dan mulain sekarang ana janji
gak bakal nakal lagi.”
Kupeluk umi erat, matanya mulai
berkaca-kaca seperti mengungkapkan rindu yang tiada tara.
“ Ana sayang umi sama Abi, bimbing ana
lagi ya mi!”
Tanpa berkata sepatah katapun, umi
hanya mengangguk saja. Dan inilah proses awal aku kembali.