Mari bercengkrama denganku bersama sisa embun yang masih menempel. Jika Kau mau, akan kusediakan kopi untukmu.
Namun,
KAU BUKAN LALU.
"Hay!" sapanya remang lewat bayang.
Kita memang tak pernah ada tegur nyata, hanya bingkisan indah dari Tuhan yang mengantarkanmu menghiasi mimpiku.
Pertanda apa? Anda siapa? Mengapa anda?
Karena bukan sekali tuan!
Jika memang Tuhan berkehendak, dekatkan!
Jika tidak, jangan kau hadirkan dia dalam mimpiku. Karena aku hanya abdi yang menjangkau syariah pun belum mampu. Hatiku jauh dari Aisyah, Khotijah apalagi Robiah al adawiyah.
Harapanku terlalu tinggi berdiri pada puncaknya. Jujur saja aku lelah, berdiri diantara harapan-harapan semu itu. Membosankan. Pastaskah jika aku berharap yang demikian itu, jika kaca saja bahkan tak mampu memantulkan bayangan. Terlalu buruk.
Aku inginkannya.. Aku berharap itu dia.. Jika bukan dia... Carikan dia lain yg setara dengannya bisa membawaku semakin mendekatkan diri denganMu.
Gulungan roti itu masih bisa saja digunakan walau telah berjamur. Karenanya dia mampu menghidupi anaknya hingga sarjana. Ingat! Hanya gulungan roti. Jangan remehkan benda kecil karena yang kecil bisa lebih besar dari pada yang besar ketika mereka percaya bahwa mereka bisa. Terlakang yang besar hanya meremehkan karena ada. Tapi jauh berbeda dengan yang kecil, Ia akan terus berusaha dengan tekat yang kuat untuk menjadi besar. Tak perduli seberapa kali Ia gagal, yang diketahuinya pasti berhasil.
Cinta bukanlah perkara nyanyian manis berbungkus nafsu saja tapi cinta juga butuh komitmen untuk tetap istiqomah menuju ridhoNya cah. Maka dari itu ayo kita jadi muslimah cerdas! yang mrngedepankan akhlaq dan intelektual yang tinggi.
"Muslimah kok bodoh."
Hadeehh udah gak jaman kali cah, sekarang ntuh 2015 gak cerdas itu gak keren. Buktikan kepada dunia bahwa intelek- intelek di dunia ini diisi oleh muslim dan muslimah.
Buktikan bahwa kita muslimah berakhlak pun berprestasi. Ingat cah! Kita makhluk sempurna yang diberi kesempatan berfikir jadi apa gunanya otak kita jika hanya disimpan rapi dalam lemari.
Ia lenyap dalam buaian abjad
Memasangkan vokal dengan konsonan
Mengitari malam penuh rayuan
Kau tau, siapa Ia?
Penghulu abjad
Pemersatu cinta, lewat dengungan kata di ujung jarinya
Satu persatu, hingga kata 'Sah' muncul dari sanubari
Kau Peng-hu-lu a-b-j-a-d
Kau tau apa yang paling aku suka darimu?
Tatapan matamu,
Tatapan matamu yang tak pernah berbohong.
Tatapan matamu yang tak lelah bercerita.
Kini Ia telah bersatu dalam hatiku, menjadi panca indra terakhir yg tak boleh pergi meninggalkanku.
Menemaniku menepis hari dengan rayuan canda berirama merdu.
Ia cinta, mata cinta