Aku mengingatnya, ketika Ia duduk dengan termangu di bawah
gubuk penjara suci itu. Tampak mulutnya komat-kamit, entah mantra apa yang
diucapkan. Dari kejauhan mataku tak mampu berkedip, terus memandangnya. Hidung
itu, layaknya Fatih Seferagic. Mancung. Matanya
Indah, mulut kecil yang manis serta songkok putih yang bercahaya. Tubuhnya
nampak bersinar, mungkin karena pancaran wudhu yang selalu Ia jaga. Aku mengaguminya.
Indah suaranya dikala adzan selalu membuatku hanyut dalam puja dan puji. Dialah Kang
Ahmad, santri kesayangan Abah. Santri yang paling dekat dengan beliau, mungkin
karena wibawa serta pengetahuannya sehingga Abah lebih memilih kang Ahmad untuk
menggantikan beliau daripada santri lain. Dulu ketika Aku masih
duduk dibangku 3 SMA, sering ku memintanya untuk mengajari soal-soal latihanku.
Dan alhamdulillah Abah
mengijinkan, terkadang dengan sikap manja, ku memintanya untuk menceritakan
kisah-kisah tentang para tabiin, tabiat, wali, sufi dan lain sebagainya.
"Enggeh neng, tapi syaratnya
selesaikan dulu soal-soal ini." Kalimat yang selalu Ia katakan. Kang Ahmad
memang santri cerdas, Ia bahkan sudah sarjana diusianya yang masih 21 tahun .
Berbeda dengan santri lain yang hanya fokus pada agama saja. Berbeda jauh dengannya. Kata beliau, "memang dunia hanya sementara, namun tempat singgah inilah,
proses kita untuk kekal di akirat sana."
"Bukankah yang diperlukan sekarang ilmu agama kang? Kan kalau mati kita
gak ditanya matimatikamu nilai berapa?" tanyaku polos.
"Yaps... Memang demikian, namun tuhan pun juga mengatur hubungan kita
dengan manusia neng, bahkan dalam kitab taisirul kholaq dijelaskan secara rinci
adab berteman, bertetangga. Jika kita tidak menguasai ilmu dunia
bagaimana kita mampu menggandeng yang ada di dunia. Secara kita tau bahwa yang
ada di sini, tidak hanya mereka yang tau tentang Islam saja. Agama apa
yang menurut Neng paling benar?"
"Islamlah kang"
"Kalau menurut mereka yang berbeda agama bagaimana? Kan sama saja to,
mereka mengira bahwa agama mereka yang paling benar. Padahal Islamlah agama
pemungkas semua agama. Namun bagaimana kita bisa mengajaknya menjadi muslim
kalau kita sendiri tak mampu merengkuh akal mereka."
"lalu..." selaku.
"Kuasai ilmu dek!"
Aku sangat suka dengan cara beliau menyampaikan sesuatu, tak pernah menggurui.
Sesekali Kang Ahmad menyelipakan humor dan Aku pasti akan melongo kalau
mendengar cerita tentang Gus Dur, Al Habib Syechan bin Mustofa Al Bahar, karena
beliaulah seorang marbot mampu melihat masjidil haram serta wali jadzab lainnya.
Namun itu dua tahun yang lalu. Setelah kelulusanku, Abah mengirimku ke
pesantren tahfidz di Kudus. Tak pernah kudengar lagi bagaimana kabarnya. Di
Kudus Aku hanya berkonsentrasi pada hafalnku hingga akirnya dua tahun mampu terlampaui
dan alhamdulillah kholas. Masih kuingat janji Kang Ahmad
ketika Ia membujukku untuk mau berangkat ke pondok. Mgemang aku awalnya tak mau,
tapi karena perkataannya mampu mengobarkan semangatyku, akirnya kuputuskan untuk
mengikuti perintah Abah.
"Neng ingat, janji Allah tentang mahkota surga untuk penghfal al
quran?"
"Iya, tapi Aku tak mau ke kudus kang. Aku mau disini, bukankah nantinya
aku bisa juga hafalan dengan jenengan
kang?"
"Iya memang neng, namun disana lebih terjamin. Saya janji kalau neng sudah
hafal 30 juz, akan ada hadiah kusus untuk jenengan.
Berangkat ya!" rayunya.
"Tapi janji hadiahnya?" kataku dengan mengusap air mataku.
"Ia janji." Dua jari tengah dan telunjuk yang ditunjukan untuk menjadikan
isyarat jika memang Ia akan memanuhinya.
Kini Aku termenung mengingatnya, mungkin Kang Ahmad lupa
dengan janjinya atau mungkin Ia belum tau kedatanganku. Entahlah.
"Asslamualaikum. Kok melamun neng?" kotak kubus
terbungkus kertas bunga-bunga berwarna pink
disodorkan di depanku. Ku alihkan pandanganku ke wajahnya,
"Kang ahmad!" Ku tatap wajahnya lekat, air mataku terasa mau tumpah.
“Bukankah tadi jenengan
disana?” Lanjutku.
“Masyaallah, bahkan jenengan tidak tau Aku berpindah dari
tempatku? “ terima dulu ini neng, selamat untuk hafalannya.”
"Ana mengira kang ahmad lupa," kataku sambil mengocok kado trsbt.
"Apa ini kang? Boleh langsung dibuka?" Tanyaku melanjutkan.
Bersmbung#