Tuesday 23 February 2016

Jika pekat menempel, gemuruh akan terus mengguncang hingga nurani membuncah. Penuh, riuh. Entah kelam atau karam.
Namun anehnya, jika Ia merasa sesak, cipratannya menumbuhkan  bunga di ujung jari. Indah.
Kdr, 22 feb'16

Monday 15 February 2016

I trush you

Jika kau berada di taman, akan ada beragam bunga disana. Tak bisa dipungkiri, disinilah kita. Di tempat dengan beraneka corak, rasa, warna serta bau. Satu bunga mekar jika Ia terkena sinar mentari dan satu lagi tersenyum bila menyapa senja. Namun, Kau tau? Disana juga ada Dia, yang berdiri serta tetap tersenyum tanpa menghiraukan badai, panas pun hujan.

Tersenyumlah kawan, make your live happy!
Jangan sampai Kau ikut layu hanya karena kerikil kecil yang mengganjal di hatimu. 
I trush you.


Kdr, 15-02-2016

Tuesday 9 February 2016

LALU

Ia yang membuat tangan ini enggan menjabat
Ia yang mengikat kaki ini, hingga lemas untuk melangkah
Ia yang membuat mata ini malu untuk melihat
Ia yang membuat dada ini sesak kala berjumpa
Ia yang membuat bibir ini ngilu dan lidah kelu hingga mengatup tertutup tak tercelah sedikitpun;
LALU
Kdr, 9 feb'16

Wednesday 3 February 2016

Aku mengingatnya, ketika Ia duduk dengan termangu di bawah gubuk penjara suci itu. Tampak mulutnya komat-kamit, entah mantra apa yang diucapkan. Dari kejauhan mataku tak mampu berkedip, terus memandangnya. Hidung itu, layaknya Fatih Seferagic. Mancung. Matanya Indah, mulut kecil yang manis serta songkok putih yang bercahaya. Tubuhnya nampak bersinar, mungkin karena pancaran wudhu yang selalu Ia jaga. Aku mengaguminya. 
Indah suaranya dikala adzan selalu membuatku hanyut dalam puja dan puji. Dialah Kang Ahmad, santri kesayangan Abah. Santri yang paling dekat dengan beliau, mungkin karena wibawa serta pengetahuannya sehingga Abah lebih memilih kang Ahmad untuk menggantikan   beliau daripada santri lain. Dulu ketika Aku masih duduk dibangku 3 SMA, sering ku memintanya untuk mengajari soal-soal latihanku. Dan alhamdulillah Abah mengijinkan, terkadang dengan sikap manja, ku memintanya untuk menceritakan kisah-kisah tentang para tabiin, tabiat, wali, sufi dan lain sebagainya. 
"Enggeh neng, tapi syaratnya selesaikan dulu soal-soal ini." Kalimat yang selalu Ia katakan. Kang Ahmad memang santri cerdas, Ia bahkan sudah sarjana diusianya yang masih 21 tahun . Berbeda dengan santri lain yang hanya fokus pada agama saja. Berbeda jauh  dengannya.  Kata beliau, "memang dunia hanya sementara, namun tempat singgah inilah, proses kita untuk kekal di akirat sana."
"Bukankah yang diperlukan sekarang ilmu agama kang? Kan kalau mati kita gak ditanya matimatikamu nilai berapa?" tanyaku polos. 
"Yaps... Memang demikian, namun tuhan pun juga mengatur hubungan kita dengan manusia neng, bahkan dalam kitab taisirul kholaq dijelaskan secara rinci adab berteman, bertetangga. Jika kita  tidak menguasai ilmu dunia bagaimana kita mampu menggandeng yang ada di dunia. Secara kita tau bahwa yang ada di sini, tidak hanya mereka yang tau tentang Islam saja. Agama apa yang menurut Neng paling benar?"
"Islamlah kang"
"Kalau menurut mereka yang berbeda agama bagaimana? Kan sama saja to, mereka mengira bahwa agama mereka yang paling benar. Padahal Islamlah agama pemungkas semua agama. Namun bagaimana kita bisa mengajaknya menjadi muslim kalau kita sendiri tak mampu merengkuh akal mereka."
"lalu..." selaku.
"Kuasai ilmu dek!" 
Aku sangat suka dengan cara beliau menyampaikan sesuatu, tak pernah menggurui. Sesekali Kang Ahmad menyelipakan humor dan Aku pasti akan melongo kalau mendengar cerita tentang Gus Dur, Al Habib Syechan bin Mustofa Al Bahar, karena beliaulah seorang marbot mampu melihat masjidil haram serta wali jadzab lainnya. Namun itu dua tahun yang lalu. Setelah kelulusanku, Abah mengirimku ke pesantren tahfidz di Kudus. Tak pernah kudengar lagi bagaimana kabarnya. Di Kudus Aku hanya berkonsentrasi pada hafalnku hingga akirnya dua tahun mampu terlampaui dan alhamdulillah kholas. Masih kuingat janji Kang Ahmad ketika Ia membujukku untuk mau berangkat ke pondok. Mgemang aku awalnya tak mau, tapi karena perkataannya mampu mengobarkan semangatyku, akirnya kuputuskan untuk mengikuti perintah Abah.
"Neng ingat, janji Allah tentang mahkota surga untuk penghfal al quran?"
"Iya, tapi Aku tak mau ke kudus kang. Aku mau disini, bukankah nantinya aku bisa juga hafalan dengan jenengan kang?"
"Iya memang neng, namun disana lebih terjamin. Saya janji kalau neng sudah hafal 30 juz, akan ada hadiah kusus untuk jenengan. Berangkat ya!" rayunya.
"Tapi janji hadiahnya?" kataku dengan mengusap air mataku.
"Ia janji." Dua jari tengah dan telunjuk yang ditunjukan untuk menjadikan isyarat jika memang Ia akan memanuhinya.
Kini Aku termenung mengingatnya, mungkin Kang Ahmad lupa dengan janjinya atau mungkin Ia belum tau kedatanganku. Entahlah.
"Asslamualaikum. Kok melamun neng?" kotak kubus terbungkus kertas bunga-bunga berwarna pink disodorkan di depanku. Ku alihkan pandanganku ke wajahnya,
"Kang ahmad!" Ku tatap wajahnya lekat, air mataku terasa mau tumpah.
“Bukankah tadi jenengan disana?” Lanjutku.
“Masyaallah, bahkan jenengan tidak tau Aku berpindah dari tempatku? “ terima dulu ini neng, selamat untuk hafalannya.”
"Ana mengira kang ahmad lupa," kataku sambil mengocok kado trsbt. 
"Apa ini kang? Boleh langsung dibuka?" Tanyaku melanjutkan.




Bersmbung#

Tuesday 2 February 2016

Aku mengingatnya, ketika Ia duduk dengan termangu di bawah gubuk penjara suci itu. Tampak mulutnya komat-kamit, entah mantra apa yang diucapkan. Dari kejauhan mataku tak mampu berkedip, terus memandangnya. Hidung itu, layaknya Fatih Seferagic. Mancung. Matanya Indah, mulut kecil yang manis serta songkok putih yang bercahaya. Tubuhnya nampak bersinar, mungkin pancaran wudhu yang selalu Ia jaga. Aku mengaguminya. 
Indah suaranya dikala adzan selalu membuatku hanyut dalam kagum. Dialah Kang Ahmad, santri kesayangan Abah. Santri yang paling dekat dengan beliau, mungkin karena wibawa serta pengetahuannya sehingga Abah lebih memilih kang Ahmad untuk menggantikan   beliau daripada santri lain. Dulu ketika Aku masih duduk dibangku 3 SMA, sering ku memintanya untuk mengajari soal-soal latihanku. Dan alhamdulillah Abah mengijinkannya, terkadang dengan sikap manja, ku memintanya untuk menceritakan kisah-kisah tentang para tabiin, tabiat, wali, sufi dan lain sebagainya. 
"Enggeh neng, tapi syaratnya selesaikan dulu soal-soal ini." Kalimat yang selalu Ia katakan. Kang Ahmad memang santri cerdas, Ia bahkan sudah sarjana diusianya yang masih 21 tahun . Berbeda dengan santri lain yang hanya fokus pada agama saja. Namun dunia Ia tidak. Kata beliau, "memang dunia hanya sementara, namun tempat singgah inilah, proses kita untuk kekal di akirat sana."
"Bukankah yang diperlukan sekarang ilmu agama kang? Kan kalau mati kita gak ditanya matimatikamu nilai berapa?" tanyaku polos. 
"Yaps... Memang demikian, namun tuhan pun juga mengatur hubungan kita dengan manusia neng, bahkan dalam kitab taisirul kholaq dijelaskan secara rinci adab berteman, bertetangga. Jika kita  tidak menguasai ilmu dunia bagaimana kita mampu menggandeng yang ada di dunia. Secara kita tau bahwa yang ada di dunia ini, tidak hanya mereka yang tau tentang Islam saja. Agama apa yang menurut Neng paling benar?"
"Islamlah kang"
"Kalau menurut mereka yang berbeda agama bagaimana? Kan sama saja to, mereka mengira bahwa agama mereka yang paling benar. Padahal Islamlah agama pemungkas semua agama. Namun bagaimana kita bisa mengajaknya menjadi muslim kalau kita sendiri tak mampu merengkuh akal mereka."
"lalu..." selaku.
"Kuasai ilmu dek!" 
Aku sangat suka dengan cara beliau menyampaikan sesuatu, tak pernah menggurui. Sesekali Kang Ahmad menyelipakan humor dan Aku pasti akan melongo kalau mendengar cerita tentang Gus Dur, Al Habib Syechan bin Mustofa Al Bahar, karena beliaulah seorang marbot mampu melihat masjidil haram serta wali jadzab lainnya. Namun itu dua tahun yang lalu. Setelah kelulusanku, Abah mengirimku ke pesantren tahfidz di Kudus. Tak pernah kudengar lagi bagaimana kabarnya. Di Kudus Aku hanya berkonsentrasi pada hafalnku hingga akirnya dua tahun mampu terlampaui dan alhamdulillah kholas. Masih kuingat janji Kang Ahmad ketika Ia membujukku untuk mau berangkat ke pondok. Memang aku awalnya tak mau, tapi karena perkataannya mampu mengobarkan semangatku, akirnya kuputuskan untuk mengikuti perintah Abah.
"Neng ingat, janji Allah tentang mahkota surga untuk penghfal al quran?"
"Iya, tapi Aku tak mau ke kudus kang. Aku mau disini, bukankah nantinya aku bisa juga hafalan dengan jenengan kang?"
"Iya memang neng, namun disana lebih terjamin. Saya janji kalau neng sudah hafal 30 juz, akan ada hadiah kusus untuk jenengan. Berangkat ya!" rayunya.
"Tapi janji hadiahnya?" kataku dengan mengusap air mataku.
"Ia janji." Dua jari tengah dan telunjuk yang ditunjukan untuk menjadikan isyarat jika memang Ia akan memanuhinya.
Kini Aku termenung mengingatnya, mungkin Kang Ahmad lupa dengan janjinya atau mungkin Ia belum tau kedatanganku. Entahlah.
"Asslamualaikum. Kok melamun neng?" kotak kubus terbungkus kertas bunga-bunga berwarna pink disodorkan di depanku. Ku alihkan pandanganku ke wajahnya,
"Kang ahmad!" Ku tatap wajahnya lekat, air mataku terasa mau tumpah.
“Bukankah tadi jenengan disana?” Lanjutku.
“Masyaallah, bahkan jenengan tidak tau Aku berpindah dari tempatku? “ terima dulu ini neng, selamat untuk hafalannya.”



Bersmbung#

Satu

"Mana mungkin to nay, Dia mau sama aku, "
Aku tau nay, memang masalah menikah semua sudah ku pasrahkan pada Umi, tapi Kau taukan? Aku merasa canggung Nay, merasa gak pantas. Apalagi Beliau santri , hafidz yang baru lulus pesantren kemarin.”
“Lah, katanya pasrah kok masih ngomeng to Hilya?” Sela Nadia.
“Bukan maksudku demikian, Kau tau Nad bagaimana masalalukukan? Aku malu Nad.”
Andai mampu kuputar waktu ingin Aku kembali ke masalalu, merubah semua jahiliyah. Entahlah! Bahkan Aku sudah tak mampu mengingatnya. Gelap. Setelah Nadia teman lamaku mampu membawaku kembali, mengenalkan rahmat yang lama kulupakan, Aku mulai belajar mengulang semua kajian dulu dipesantren. Dia juga yang memberitahuku bahwa ada mahkota indah yang mampu kuserahkan pada Umi dan Abi yaitu dengan hafalan Al-Quran. Alhamdulillah dalam jangka waktu satu tahun, Aku sudah mampu menghafal 30 juz. Semua Karena tekad dan karunia Allah yang memberiku kemampuan mengingat lebih daripada lainnya. Umurku sudah 23 Tahun dan Umi menginginkan Aku segera menikah, agar terhindar fitnah kata beliau. Pertama Umi memintaku untuk memilih sendiri, tapi Aku sendiri bingung harus memilih siapa. Setelah proses hijrah ini, Aku bahkan sudah tak pernah lagi bertegur sapa dengan lelaki manapun kecuali saudaraku. Alhasil, kupasrahkan semua kepada Umi dan Abi. Aku percaya pada pilihan mereka, toh selera Abi sama denganku. Hingga akirnya mereka mengenalkanku dengan Ahmad, anak rekan Abi yang baru lulus dari pesantren.
“Tenang saja! Jika memang beliau benar-benar santri pasti akan melihat Hilya yang sekarang bukan yang dulu.”


Semoga saja demikian, Aku sungguh merasa malu pada diriku sendiri. Robby, fabiaayi alaa irobbikima tukaddiban, nikmat mana lagi yang bisa aku dustakan. Mampu berhijrah saja sudah menjadi nikmat terindah dalam hidupku, tak berhenti disitu, Engkau bahkan memberiku kesenpatan untuk menjdi seorang penghFal al-quran. Kini kau tambah lagi nikmatmu kepadaku dengan mendatangkan Ia. Namun, bagaimana kang Ahmad, Apa Dia mampu menerima masalaluku? Apa dia berkenan berpasangan dengan seseorang yang seperti ini? Apa dia tidak akan malu denganku yang hina ini. 
"Duh, gusti! Kenapa denganku?" 
Ku ambil mushaf diatas meja, satu persatu ayat mulai kubaca. Semakin aku menyelam, bayangan masalalu semakin nampak jelas didepnku. Buliran air mata menetes diatas kalamnya. 
"Maafkan aku Robby, pantaskan air mata ini mengalir diatas firmanmu yang suci?" igfirly robby, igfirly."



Monday 1 February 2016

Jari

Kenapa malah semakin menumpul? 
Apa pena di ujung jariku sudah mengering? Bahkan Ia sudah tak seindah dulu ketika menari di atas keyboard. Kemana Ia? Bagaimana cara untuk mengembalikannya?
Aku sungguh rindu, sangat-sangat rindu... 

Ia yang mampu berlenggak-lenggok dengan gesit kesana kemari dan selalu lupa bagaimana cara bernafas jika sudah berada diatas podium.
Ia sudah seperti halnya kekasihku, ya..., kekasih sekaligus rekan yang akan menampung semua keluh kesahku dalam tariannya. Ia akan membawanya dan mulai melenggokkan tubuhnya diatas alas hitam lalu Ia keluarkan tariannya dengan irama hentakan yang indah.
Kemarilah, gundukan resah sudah menunggu kau gali. Aku sungguh rela jika Kau yang membawanya pergi.
JARI
Kdr, 01 feb 16
 
AZ-ZHAFIROH Blogger Template by Ipietoon Blogger Template