Malampun
semakin larut, purnama bahkan tak enggan untuk tampakkan wajah cantiknya.
Alunan nyanyian jangkrik yang saling bersautan menambah suasana semakin terasa
nyaman. Di Padepokan ini yang hanya beralas bambu, beratap teple serta
berdinding gedek semua cerita kami bangun setiap harinya, tentang semua
perjanan kami beradu nasib menimba ilmu. Alampun masih terasa sangat menyatu
sangat jauh berbeda dengan dikota yang bahkan tak sedikitpun udara kita
dapatkan disana. Disini dengan dikelilingi sawah yang menghijau, bambu yang
menjulang tinggi disekitarnya serta ditemani angin sepoi-sepoi dan lantunan
kitab nurul burhani (manakib) yang masih terdengar lirih dari para santri aku
mulai masuk kedalam lamunanku, aku termenung merasakan nikmat yang mulai
merasuk kalbu sungguh tak pernah kurasakan nikmat yang benar-benar
nikmat, bersama-sama menghadapMU, mengagungkan namaMU dibawah atap buatanMU
serta dikelilingi pepohonan yang senantiasa berdzikir kepadamu. Andaikan aku
tak perlu berteman dengan besi mungkin aku sudah bisa menikmati ini setiap
hari, istigosah di ruang terbuka dan hanya beralas terpal, ya Allah jadikan aku
hambamu yang tak lelah mensyukuri nikmatMu, aamiin.
“Ana
hafidzul Qur’an daiman” teriak hamid, yang tersentak menyeretku keluar dari
alam hayalku, segera aku bopong dia untuk duduk disampingku.
“madza
takul ya ahmad?” tanyaku penasaran.
“
Ahmad belum bisa bahasa arab mbk , itu tadi ahmad nemu di dalam Al-Qur’an yang
ada di rak mbk, memangnya artinya apa?” tanyanya dengan wajah polos, menatap
mataku. Ahmad merupakan salah satu dari anak hebat yang ada di padepokan ini
yang sudah bisa membaca Al-Qur’an diusianya yang masih sangat belia, lima
tahun.
“
Artinya apa mbk?” tanyanya mengulang.
“
itu artinya saya adalah penghafal Al-Qur’an selamanya ahmad, ahmad pengen jadi
penghafal Al-Qur’an atau tidak ? ku hela nafas sebentar, kemudian kulanjutkan
bicaraku ku tatap wajah ahmad yang tampak mulai menunjukan keheranan “Siapa
saja yang menghafal Al-Qur’an nantinya akan bisa memberikan mahkota kepada
orang tuanya di syurga “
“
iyakah mbk?, jadi ahmad bisa kasih hadiah umi mahkota nanti di syurga?”
“
iya cakep, buruan tidur gih sudah malam”
Inilah
kebiasaan santri disini setiap kamis ada agenda yang sampai malam sehingga
mengharuskan mereka untuk tidur dipondok, ada sekitar 3 kamar yang tersedia
dipondok kecil ini, selain hari kamis mereka pulang sekitar pukul 17.00 itupun
harus ada orang tua yang menjemput karena dikhawatirkan mereka tak langsung
pulang selepas ngaji.
“ Oke mbk, ahmad pengen hafal Quran karena
ahmad pengen ngasih hadiah ke umi nantinya di syurga, syukron mbk” sahut ahmad.
Cahaya
tampak dari wajahnya, sungguh dia anak yang sholeh. Ahmadpun mulai pergi
meninggalkanku dengan girang sembari terus berkata Ana hafidzul Qur’an
daiman. Aku sungguh iri dengannya diusianya yang sangat belia, dia
sudah mempunyai keinginan yang mulia subhanaallah, kenapa aku malah
baru menyadari sekarang. Andaikan aku dulu seperti Ahmad, mungkin aku tidak
akan seperti ini, penyesalanlah yang selalu membelunggu. Ah,,, sudahlah!
Harusnya aku bisa memperbaiki diri, bukan larut dalam kelamnya masalalu.
***
Setelah
malam itu, tampak ahmad yang lebih rajin dari biasanya. Selesai mengaji dia tak
langsung pulang tapi kulihat dia mulai setor ke ustadz yang mengajarnya. Dia
benar-benar menambah iri hati ini.
“Ana
hafidzul Qur’an daiman mbk” teriaknya dari dalam gubuk yang langsung berlari
menghampiriku.
“mbk,
aku udah dapet 15 surat yang ada pada juz 30 lo mbk”, aku benar-benar tak
percaya dalam waktu seminggu dengan usianya yang masih begitu kecil sudah bisa
menghafal 15 surat, ya Allah sunggu engkau ciptakan dari apakah ini
anak.
“
Waah,,, hebat, teruskan ya ahmad”
“
Ahmad, ayo pulang” teriak seorang ibu yang langsung menghampiri kami.
“
umi, ini mbk aisyah yang ngasih tau ahmad cara memberi hadiah untuk umi nanti
di syurga” teriaknya sembari memeluk uminya. Seketika umi ahmad langsung duduk
disampingku dan berkata
“
Terimakasih mbk, saya benar-benar mengucapkan banyak terimakasih. Ahmad
benar-benar berubah mbk, setelah seminggu yang lalu, dia selalu berkata ana
hafidzul Qur’an daiman disetiap waktunya” matanya mulai tampak berkaca-kaca.
“
Seharusnya umi berterimakasihnya sama Allah bukan sama saya, karena kuasanyalah
Ahmad bisa seperti ini, saya pun sungguh salut dengannya karena didikan umilah
ahmad bisa seperti ini” sautku, kamipun larut dalam perbincangan tentang ahmad
bahkan sampai Ahmad tertidur dalam pangkuanku, akhirnya mereka pamit pulang.
Banyak
pelajaran yang aku ambil dari seorang ahmad kecil, dengan kesungguhannya untuk
bisa memberikan mahkota untuk uminya kelak di syurga. Ahmadlah yang mulai
menambah semangatku untuk tetap melanjutkan hafalanku ya Allah terimasih
engkau telah kirimkan Ahmad untuk tetap mengingatkanku akanMU.