Saturday 18 April 2015

MAHKOTA AHMAD UNTUK UMI

Malampun semakin larut, purnama bahkan tak enggan untuk tampakkan wajah cantiknya. Alunan nyanyian jangkrik yang saling bersautan menambah suasana semakin terasa nyaman. Di Padepokan ini yang hanya beralas bambu, beratap teple serta berdinding gedek semua cerita kami bangun setiap harinya, tentang semua perjanan kami beradu nasib menimba ilmu. Alampun masih terasa sangat menyatu sangat jauh berbeda dengan dikota yang bahkan tak sedikitpun udara kita dapatkan disana. Disini dengan dikelilingi sawah yang menghijau, bambu yang menjulang tinggi disekitarnya serta ditemani angin sepoi-sepoi dan lantunan kitab nurul burhani (manakib) yang masih terdengar lirih dari para santri aku mulai masuk kedalam lamunanku, aku termenung merasakan nikmat yang mulai merasuk kalbu sungguh tak pernah kurasakan nikmat yang benar-benar nikmat, bersama-sama menghadapMU, mengagungkan namaMU dibawah atap buatanMU serta dikelilingi pepohonan yang senantiasa berdzikir kepadamu. Andaikan aku tak perlu berteman dengan besi mungkin aku sudah bisa menikmati ini setiap hari, istigosah di ruang terbuka dan hanya beralas terpal, ya Allah jadikan aku hambamu yang tak lelah mensyukuri nikmatMu, aamiin.
“Ana hafidzul Qur’an daiman” teriak hamid, yang tersentak menyeretku keluar dari alam hayalku, segera aku bopong dia untuk duduk disampingku.
“madza takul ya ahmad?” tanyaku penasaran.
“ Ahmad belum bisa bahasa arab mbk , itu tadi ahmad nemu di dalam Al-Qur’an yang ada di rak mbk, memangnya artinya apa?” tanyanya dengan wajah polos, menatap mataku. Ahmad merupakan salah satu dari anak hebat yang ada di padepokan ini yang sudah bisa membaca Al-Qur’an diusianya yang masih sangat belia, lima tahun.
“ Artinya apa mbk?” tanyanya mengulang.
“ itu artinya saya adalah penghafal Al-Qur’an selamanya ahmad, ahmad pengen jadi penghafal Al-Qur’an atau tidak ? ku hela nafas sebentar, kemudian kulanjutkan bicaraku ku tatap wajah ahmad yang tampak mulai menunjukan keheranan “Siapa saja yang menghafal Al-Qur’an nantinya akan bisa memberikan mahkota kepada orang tuanya di syurga “
“ iyakah mbk?, jadi ahmad bisa kasih hadiah umi mahkota nanti di syurga?”
“ iya cakep, buruan tidur gih sudah malam”
Inilah kebiasaan santri disini setiap kamis ada agenda yang sampai malam sehingga mengharuskan mereka untuk tidur dipondok, ada sekitar 3 kamar yang tersedia dipondok kecil ini, selain hari kamis mereka pulang sekitar pukul 17.00 itupun harus ada orang tua yang menjemput karena dikhawatirkan mereka tak langsung pulang selepas ngaji.
 “ Oke mbk, ahmad pengen hafal Quran karena ahmad pengen ngasih hadiah ke umi nantinya di syurga, syukron mbk” sahut ahmad.
Cahaya tampak dari wajahnya, sungguh dia anak yang sholeh. Ahmadpun mulai pergi meninggalkanku dengan girang sembari terus berkata Ana hafidzul Qur’an daiman. Aku sungguh iri dengannya diusianya yang sangat belia, dia sudah mempunyai keinginan yang mulia subhanaallah, kenapa aku malah baru menyadari sekarang. Andaikan aku dulu seperti Ahmad, mungkin aku tidak akan seperti ini, penyesalanlah yang selalu membelunggu. Ah,,, sudahlah! Harusnya aku bisa memperbaiki diri, bukan larut dalam kelamnya masalalu.

***
Setelah malam itu, tampak ahmad yang lebih rajin dari biasanya. Selesai mengaji dia tak langsung pulang tapi kulihat dia mulai setor ke ustadz yang mengajarnya. Dia benar-benar menambah iri hati ini.
“Ana hafidzul Qur’an daiman mbk” teriaknya dari dalam gubuk yang langsung berlari menghampiriku.
“mbk, aku udah dapet 15 surat yang ada pada juz 30 lo mbk”, aku benar-benar tak percaya dalam waktu seminggu dengan usianya yang masih begitu kecil sudah bisa menghafal 15 surat, ya Allah sunggu engkau ciptakan dari apakah ini anak.
“ Waah,,, hebat, teruskan ya ahmad”
“ Ahmad, ayo pulang” teriak seorang ibu yang langsung menghampiri kami.
“ umi, ini mbk aisyah yang ngasih tau ahmad cara memberi hadiah untuk umi nanti di syurga” teriaknya sembari memeluk uminya. Seketika umi ahmad langsung duduk disampingku dan berkata
“ Terimakasih mbk, saya benar-benar mengucapkan banyak terimakasih. Ahmad benar-benar berubah mbk, setelah seminggu yang lalu, dia selalu berkata ana hafidzul Qur’an daiman disetiap waktunya” matanya mulai tampak berkaca-kaca.
“ Seharusnya umi berterimakasihnya sama Allah bukan sama saya, karena kuasanyalah Ahmad bisa seperti ini, saya pun sungguh salut dengannya karena didikan umilah ahmad bisa seperti ini” sautku, kamipun larut dalam perbincangan tentang ahmad bahkan sampai Ahmad tertidur dalam pangkuanku, akhirnya mereka pamit pulang.
Banyak pelajaran yang aku ambil dari seorang ahmad kecil, dengan kesungguhannya untuk bisa memberikan mahkota untuk uminya kelak di syurga. Ahmadlah yang mulai menambah semangatku untuk tetap melanjutkan hafalanku ya Allah terimasih engkau telah kirimkan Ahmad untuk tetap mengingatkanku akanMU.


Kelerengku

Jauh disana, aku merindukan kelerengku
Kelerengku yang lama tersamar bersama waktu
Kelerengku yang tersembunyi dibalik halamanku
Kami tentukan sasaran untuk dituju
Berlawan hanya untuk kelerengku
Kala itu kami beradu
Bersama terik dan teriakan menggebu
Senjapun mulai datang, dengan peluit tanda permainan usai
Kami melangkah menanti esok untuk kelerengku

Kelerengku, dibalik bising kota aku merindukanmu

Sayyidul Ayyam Dipadepokan

Aku terdiam dalam peluh sepertiga malam
Teringat akan jeritan di padepokan

Aku rindu
Aku rindu, akan suara riuh debu berterbangan
Suara gaduh dzikir bersautan
Gelak  canda menertawakan kawan
Sayyidul ayyam terindukan
Sayyidul ayyam terlupakan

Lama, sudah sangat terlalu lama
Setelah aku hidup dalam dunia metropolitan
Setelah agama tergadaikan
Aku lupa sayyidul ayyam dipadepokan

Alunan gema nurul burhani terlalaikan
Munajat lapang tak terlaksanakan
Tangan yang tak lagi menengadah
Diri yang tak lagi terarah
Harapan yang tak lagi pasrah

Aku lupa sayyidul ayyam dipadepokan
 
AZ-ZHAFIROH Blogger Template by Ipietoon Blogger Template