Matahari mulai pergi
tiggalkan bumi, bulan mulai menunjukan senyum manisnya. Ku termenung di balik
cendela memandang indahnya kuasa- NYA yang baru kusadari, yang selama ini
bahkan aku lupa akan keberadaannya. Timbul dalam benakku “Ya Allah betapa
bodohnya aku, yang tak pernah mensukuri karuniamu, betapa lalainya aku yang
selama ini melupakanmu.” Dalam isak tangisku aku teringat seseorang yang
sekaligus menjadi bapak untukku, yang selalu ada saat aku membutuhkan,
seseorang yang berkorban untukku untuk masa depanku, dia korbankan semuanya
untukku. Tapi hari ini aku hancurkan semua harapan yang di taruh di pundakku,
aku teringat ketika dia memalingkan wajahnya, ketika dia hanya diam dan tidak
bisa berkata sedikitpun. Ini karenaku, aku dngan kebodohanku masuk ke lubang
kenistaan, ku berikan semuanya hanya untuk si hidung belang yang tidak
mempunyai otak. Aku baru sadar bahwa semua yang dikatakan ibu benar, dia hanya
kumbang jalang yang tak mempunyai sayap untuk terbang, sering kubohongi ibuku,
“ibu ada iuran hari ini, untuk bayar tugas kelompok,” tapi apa? Uang itu aku
gunakan untuk foya-foya dengan seseorang yang tidak sedikitpun mempunyai nyali.
Setiap pagi ku tadahkan tanganku untuk minta uang saku ibu, tapi sedikitpun
tidak ku injakkan kakiku untuk menuntut ilmu.
Nafsu mengalahkan
akalku, aku kalah dengan iblis, bisik-bisik suara itu membuat aku mencapai
puncak kebodohanku, kesenangan mengalahkan segalanya tanpa berfikir akirnya. Ku
melakukan perbuatan yang dilarang, aku terjebak, aku kalah. 2 bulan berjalan
aku tidak sadar bahwa aku hamil, aku mulai merasakan lemas, lelah, letih, mual
dan hanya menghabiskan waktu tiduran di kamar, sampai akirnya ku ambil telephon
gemgamku, ku cari satu-satu dan akirnya aku menemukan nama yang aku cari di
kontak,
“hallo, sayang bisa antar aku ke dokter
hari ini, aku merasa kurang enak badan hari ini,” dengan lembut dia menjawab
“ iya sayang, aku segera kesana,” segera
kututup telephon gemgamku dan ku ambil tasku, tanpa pamit ibu aku langsung
pergi.
“selamat buk, anda positif,” kata si
dokter,
“apa positif? ” sahut si belang,
“iya pak, istri anda hamil 2 bulan,”
“oh gitu, iya terimakasih dok,” , aku
sangat kaget, aku hanya diam dan tidak bisa berkata apa-apa, “tenang sayang,
aku akan segera melamarmu,” kata si belang.
Aku hanyut dengan perkataan itu,
sehingga aku tidak berfikir sedikitpun tentang bagaimana reaksi ibu, toh aku
juga sangat sayang dengannya.
Hari
demi hari berlalu, tidak sedikitpun dia memberi kabar, tidak ada balasan
disetiap smsku, nomor sering tidak aktif, 1 minggu berlalu aku mulai gelisah, aku segera bergegas untuk ke Kontrakannya.
Kutetuk pintunya berkali-kali, ku panggil namanya tapi tidak ada jawabannya.
Tiba-tiba “Maaf non, cari siapa?” Tanya si pemilik kos,
“mau cari yang tinggal di kamar ini buk”
jawabku mulai gelisah.
“ Masnya yang tinggal disini sudah
pindah sejak seminggu yang lalu non, tidak tau pindah kemana,” rasanya seperti
ada gumpalan batu besar yang menimpaku, aku hanya diam, entah apa yang ada di
pikiranku, semua melayang, kosong, tanpa tersadar aku terjatuh.
Terdengar
sayu-sayu suara Ibu, “ sayang, kamu sudah bangun ?” air mataku tumpah seketika,
aku tidak bisa menjawab dan hanya bisa menangis sejadi-jadinya di pelukan ibu
“maafkan aku ibu, maafkan aku,” hanya
kata itu yang keluar dari mulutku, aku takut ibu marah karena sebenarnya ibu
tidak setuju dengan hubunganku, aku takut.
“ada apa sayang, ceritakan kepada ibu,”
tanyanya dengan raut wajah sedih melihatku yang hanya dapat menangis, dan
berkata maaf.
“ aku, akuuu, akuuuuu, aku hamil ibu,
dan dia pergi,” dengan terisak-isak ku beranikan diri mengatakan itu pada ibu.
Raut wajahnya berubah seperti ingin marah, tapi aku tau ibu, dia tidak pernah mau marah dengan anaknya, dan dia hanya berpaling dan langsung
pergi begitu saja, melepas tanganku dari pelukannya,
“ ibu maafkan aku, ibu maafkan aku, aku
khilaf ibu, maafkan aku” ku tarik kakinya, tapi sedikitpun tidak mau melihatku,
dia berusaha melepas tanganku, memang pantas jika ia marah dan kecewa,
Alunan
adzan membangunkan aku dari lamunanku, ku pandangi perutku kumenangis dan
menjerit sejadi-jadinya, ku pukul perutku dengan sekeras-kerasnya.
“kamu harus mati, aku tidak ingin kamu”
terkadang aku tersenyum sendiri, dan tiba-tiba menangis. Aku seperti orang
gila, terus-terusan kupukuli perutku, tiba-tiba dari balik pintu
“nak buka pintunya, ini ibu sayang,
maafkan ibu,” ku buka pintu kamarku, darah bercecer dimana-mana. Ku peluk ibu
dan tanpa sadar aku terjatuh di pelukan ibu,
“ maafkan aku ibu, aku tidak pernah
mendengarkan nasehatmu, aku kalah, aku kalah dengan setan ibu, maafkan aku,”
dengan airmata yang tidak berhenti mengalir,
“iya nak, ibu sudah memaafkanmu,” jawab
ibu yang sangat miris melihat kondisiku. “
Aku sayang ibu dan aku harus kembali,
terimakasih untuk semuanya ibu, I love you mom,” ibu menangis sejadi-jadinya,
tuhan berkata lain inilah akir dari hidupku, aku kalah.