Saturday 29 August 2015

Buliran tulus mata meminta

Oleh : Fitri Andriana


Aku membencinya karena aku tak suka. Ah… entahlah! Bahkan terkadang ada benci karena suka. Apa mungkin aku satu diantaranya? Mungkin. Terkadang aku bertanya pada diriku, mana yang harus aku pungut. Terlalu banyak bercecer dimana-dimana. Hatiku terlalu resah, jika itu tiba sekarang. Yang dulu singgah kini pergi, namun ada pula yang singgah tak pergi-pergi.
Aku benci jika datang perkara ini, karena Ia terlalu dalam jika menusuk. Kau tau apa obatnya, jika Ia mulai beraksi dengan pedangnya?

Buliran tulus mata meminta.


Kdr, 29-08-2015

Tuesday 25 August 2015

Pergi

Judul : Pergi


Temaram sayu hati berjalan
Kagum-kagum menyebar
Mengisi kosong polong tergeletak
Lantin terlalu silap mata
Banyak yang hinggap karena terlena

Kau Kau dan Kau
Aku benci Loranthus-larantus  itu
Berjejer tepat di mukaku
Menggerogotiku tak punya malu

Pergi…,
Aku membencimu

Kediri, 25 Agustus

Monday 24 August 2015

Pengemis Cinta

Judul    : Pengemis Cinta

Tentang rasa yang tersembunyi
Dalam alunan nyanyian ilahi
Cinta 
Rasa
Kuasa

Nanar kian memudar
Bersama gelap yang kian menyamar
Membawa bulan terbang ke peraduan
Menghapus bintang dikeindahan

Desir malam melarutkan
Memeluk cinta dalam kesunyian
"Apa kau tau, kenapa kau?"
Sebaliknya;
"Apa mata perlu jawaban atas cinta?"

Apa kita berhak memutuskan?
atas apa yang telah ditakdirkan
atas apa yang telah dituliskan
oleh tinta sang raja diraja 

Menengadah pinta
Diujung  tanduk pengemis cinta

Kdr, 24-08-2015



PERCIKAN KEMBANG API RAMADAN



Judul     : Percikan Kembang Api Ramadan

*Bagian I ( Ramadhan Farid Akbar )*
Bulan ramadan adalah bulan yang penuh berkah, bagi seluruh umat islam di Dunia. Pastilah disambut dengan antusias yang hangat oleh pemeluk Islam. Tak terpungkiri, umat non Islam pun menyambut datangnya bulan suci ini dengan senang hati. Corak warna-warni dalam menyambut bulan yang penuh berkah, sangatlah beragam. Mulai dari menyalakan kembang api, tadarusan serta memenuhi mushola dan masjid untuk memburu pahala yang di lipat gandakan.
Begitupun dua bersaudara ini, yang sangat antusias menyambut bulan ramadan dengan menyalakan kembang api di depan rumah, tak perlu menggunakan petasan dengan kapasitas ledakan yang besar karena berbahaya. Inilah tradisi khas yang selalu mereka lakukan untuk menyambut Bulan Ramadan. Hal itu masih sangat lumrah untuk Farhan yang masih berumur lima tahun, karena dunianya masih dalam dunia parmainan.
“ Kak Asih, Bulan Ramadan itu seru ya kak, bisa main kembang api, banyak makanan dan kampung jadi ramai juga hehehe. “ celetuk Farhan, adik Asih satu-satunya.
“ Hehehe, iya dik. Kakak senang sakali bisa menyambut Bulan Ramadan, apalagi bisa main kembang api seperti ini. Kan yang jualan kembang api jarang kalau bukan waktu puasa sama lebaran. “ sesal Asih, karena Asih dan adiknya hanya bisa bermain kembang api satu tahun sekali saja.
“Oh ya kak, memangnya Bulan Ramadan itu istimewa ya kak? Kemarin Farhan lihat kok sampek ada yang nangis-nangis di Masjid. Farhan tanya pak Ustad katanya orang itu lagi menunggu Ramadan.Tanya Farhan polos. Ia yang masih berumur 5 tahun, masih belum begitu Faham tentang Bulan Ramadan. Yang dia tau hanya serba-serbi kebahagiaan di Bulan Ramadan. Seperti yang Farhan lakukan dengan kakaknya, Asih.
“ Adik kakak memang pintar, udah tanya tentang sesuatu yang sedang buming, hehehe. Gini, kakak jelaskan ya dik. Ini sekedar kasih tau ke kamu saja, kalau adik udah sekolah pasti akan dijelaskan lagi sama Bu Guru. Kenapa Bulan Ramadan kok selalu di tunggu umat Islam di Dunia? Karena Bulan Ramadan itu bulan yang penuh berkah dik, pahala di lipat gandakan, puasanya juga sebagai obat dan ada yang di namakan malam lailatul qodr atau malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. “ Sambil membelai lembut rambut adiknya yang kribo dengan penuh kasih sayang. Asih menjelaskan dengan detail, hati-hati dan sabar menjawab pertanyaan Farhan yang mulai banyak tanya. Karena itulah anak kecil, keingintahuannya sangat tinggi.
“ Wah, malam lebih baik dari 1000 bulan kak? “ Tanya Farhan lagi kepada kakaknya dengan melongo, karena terkejut mendengar penjelasan kakaknya tentang malam yang lebih baik dari 1000 bulan tadi.
“ Hahahahahaha, iya dik bisa di bilang juga malam yang mulia juga. “ Tawa Asih menggelegar melihat tingkah Farhan yang melongo mendengar penjelasannya.
Mendengar penjelasan singkat dari kakaknya lagi, Farhan semakin dibuat melongo karena dia belum faham dan mengerti tentang apa yang dijelaskan kakaknya. Yang Farhan tahu hanya kebahagian di Bulan Ramadan yang di rasakannya.
*Bagian II ( Fitri Andriana ) *
Hari ini merupakan puasa pertama bagi Farhan. Meski usianya masih terlalu dini, tapi tak sedikit pun Ia mengeluh. Karena Ia teringat akan janji kakaknya, yang akan membelikan baju baru, jika puasanya bisa satu bulan penuh.
“ Kak! Lagi ngapain? “ tanya Farhan pada kakaknya yang sedang asik dengan penanya. Meski usia Asih masih remaja, tapi beberapa novelnya sudah terpajang di toko-toko buku ternama.

Ayah asih mengajarkan menulis sejak ia berumur delapan tahun. Dari menulislah ia membiayai semua kebutuhan Farhan. Tepat satu tahun yang lalu, kecelakaan merenggut nyawa orang tua Asih dan Farhan. Kejadian itu membuat Asih menyendiri hampir tiga bulan lamanya, ‘ Kak! Biarkan ayah dan bunda tenang, kata Pak ustad Ayah udah di surga sama bunda. ‘ Kata Farhan itu yang membuat Asih bangkit lagi. Memang benar adanya, bukan umur yang menentukan kedewasaan seseorang. Tapi seberapa banyak Ia mencoba untuk menyelesaikan masalah yang ada. Asih bangkit kembali memandang adiknya yang masih membutuhkannya di dunia ini.  Kini Ia bahkan sudah mahir memasak, mencuci, membersihkan rumah dan mempersiapkan semua kebutuhan adiknya. Berbanding terbalik dengan remaja saat ini, yang lebih mahir menggeser jarinya diatas gadget.
“ lagi menulis sayang, sini kakak ajari menulis.” Jawab Asih lembut.
“ Apa menulis itu perlu kak? “
 “ Sangat perlu dek.”
“ Untuk apa kak? “ tanya Farhan penasaran.
“ Sini dik, duduk disamping kakak! “pintanya. Asih menghentikan penanya, beralih membelai rambut kribo adiknya.
“ Dek, kamu suka membacakan? “ tanya Asih pada adiknya. Farhan menjawab dengan mengangguk dan menatap kakaknya.
“ Yang adik baca tulisankan? “ Lanjut Asih. Belum selesai Asih menyelesaikan katanya, Farhan langsung berteriak menyahutnya,
“ Farhan tau kak! kita menulis agar tulisan kita dibaca orangkan?” jawabnya girang.
“ Iya, adikku sayang, kribo udah waktunya belajar nulis nih! Dah pandai. “ Ia menghela nafas sejenak,
selain itu dek, kalau kita pergi ke Surga nanti, masih ada buku kita disini. Lihat ini!” Asih menunjukan satu buku karya Ayahnya.
“ Meski ayah sudah ke Surga, tapi bukunya tetap ada disinikan? Dibaca banyak orang. Ayah menjual buku ini, dan uangnya bisa buat Farhan sekolah sampai sekarang.“ Asih menyubit pipi Farhan yang kayak bakpau itu. Dengan wajah polosnya, Farhan melanjutkan pertanyaannya,
“ Kak! surga itu dimana? Aku ingin kesana, pengen ketemu ayah sama bunda, pengen minta bubur kacang ijo buatan bunda dan pengen minta cium ayah juga. Dulukan Farhan takut dicium ayah karena berengos tebalnya. “ Asih hanya terdiam, Ia bingung mau menjawab apa,  karena Ia sendiri tak tau dimana itu. Pertanyaan itu, mengingatkan kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya Semua karena Asih, andaikan waktu itu Asih gak minta dibeliin sepatu baru, mungkin kecelakaan itu tidak akan terjadi. Batin Asih.
“ Iya dek, nanti buka tak belikan bubur kacang ijo Mang Maman. Kan gak jauh beda sama buatan bunda. “
“ Farhan mintanya buatan bunda kak!” Farhan menarik manja baju kakaknya.
“ Jauh ya kak? naik ojek bisa gak kak? atau harus naik pesawat? “ Asih merunduk, memandang wajah adiknya. Air matanya sudah terasa terbendung tidak! Aku gak boleh nangis.
“ Nanti kalau celengan Farhan penuh, kita beli pesawat ya kak! buat ke surga, buat jemput ayah sama bunda.” Asih tak mampu menahan air matanya, Ia menarik tubuh adiknya dan memeluknya.
*Bagian III ( Zean Elhamas Baihaqy ) *
Waktu terus berlalu, Hari Raya Idul Fitri kurang seminggu lagi tetapi ia tak kunjung mempunyai uang untuk membelikan baju Farhan. Royalty dari pihak penerbit karya-karya Asih tak kunjung diberikan, hanya ada sisa uang bulan lalu yang cuma cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Sejak ditinggal wafat orang tuanya, Asih harus mencari penghasilan sendiri guna mencukupi kebutuhan hidup dia dan adik kesayangannya. Sebenarnya Asih ingin mencari pekerjaan di luar Kota, tetapi ia tak tega meninggalkan adiknya sendirian di rumah. Karena itu, agar bisa menghasilkan uang dan tetap bisa merawat Farhan ia menekuni hobinya, yaitu menulis. Tiap hari Ia berada diatas meja sambil menggoreskan tinta diatas kertas-kertas lusuh yang masih tersisa milik ayahnya.  
“Kak, apa kakak tidak capek? Istirahat dulu kak, nanti lagi menulisnya, Farhan kepingin main sama kakak.” ucap Farhan suatu sore ketika Kakaknya menulis di meja teras depan rumah.
“Iya deh kakak istirahat dulu, Farhan mau main apa?” jawab Asih dengan merasa bersalah karena tidak memperhatikan adiknya.
“Aku mau ingin pergi ke masjid, mendengar ceramah Pak Ustadz. Setelah itu, buka bersama teman-teman Farhan dan kakak. Ayo, Kak!” Farhan, dengan sifat gemasnya dapat merayu kakaknya untuk berangkat ke masjid bersama.

Senja telah akan berpulang kepada malam. Ketika itu pula, warga sekitar rumah Asih berbuka bersama di Masjid yang tak jauh dari tempat Asih dan Adiknya tinggal. Suasana inilah yang tak akan dirasakan selain pada Bulan Ramadan, suasana yang penuh dengan rasa kebahagian. Buka bersama dilakukan warga sekitar setiap hari, pada Bulan Ramadhan.  Tetapi terkadang Asih tidak ikut berbuka puasa bersama di Masjid, lantaran ia masih betah menggoreskan pena kesayangannya. Sehingga ketika Asih tak ikut ke masjid, Farhan berangkat bersama teman-temannya. Kali ini Farhan mampu membujuk kakaknya berbuka puasa bersama di Masjid. Tumben Asih mau. Mereka makan disana dengan lahap, walaupun hanyalah makanan sederhana.    
“Gimana kak, enak buka puasa disini kan?” Asih hanya tersenyum.
“Dik, ayo cepat habiskan makanannya, habis itu kita sholat berjamaah” ucap Asih dengan sifat lembutnya.
“Iya, Kak”

Mereka langsung melanjutkannya dengan Sholat Tarawih berjamaah di Masjid tersebut. Setelah sholat, Asih mencari adiknya di halaman masjid, kok tidak ada. Asih telah mencarinya ke dalam masjid tetapi Ia belum juga menemukan adiknya. Akhirnya ia bertanya dimana Farhan kepada salah seorang teman Farhan. Ternyata Farhan di pematang sawah bersama orang-orang untuk melihat kembang api yang akan dinyalakan oleh warga. Menyalakan kembang api sebagai rasa ungkapan bahagia warga terhadap Bulan Ramadhan dan itu mereka lakukan setiap sebelum atau setelah berbuka puasa.            
 “Eh.. kakak cari dari tadi, ternyata kamu disini.
“Hehehe... iya kak maaf tadi tidak minta izin dulu. Eh.. habis ini kembang apinya dinyalain, Kakak disini temani aku lihat kembang api ya!” Rayu Farhan kepada Asih yang ingin segera pulang untuk meneruskan tulisannya di rumah.
 “Iya deh kakak temani” dengan agak terpaksa Asih menemani Farhan menyaksikan indahnya kembang api. Gelap malam dengan hiasan kembang api, menjadi tontonan yang diminati warga sekitar, karena setiap perciknya menyebar kesenangan tersendiri bagi mereka.

Hampir 15 menit menyaksikan indahnya nyala kembang api, mereka pulang. Di perjalanan memasuki gang terakhir rumahnya, tiba-tiba Farhan menarik tangan kakaknya
“Kak itu ada pamflet dari Desa, kita lihat dulu yuk!” mereka menuju tempat dimana pamflet itu ditempel, terlihat beberapa orang juga ada disana. Pamflet itu berisi tentang pengumuman pesta kembang api yang akan diadakan di Lapangan desa pada waktu malam takbiran.
“Kak, nanti kita lihat pesta kembang apinya ya!” Sahut Farhan yang memang sangat suka melihat nyala kembang api.
“Iya, nanti kita lihat sama-sama”
 “Yesss! Ayo sekarang kita pulang”

Mereka kemudian melanjutkan perjalanannya, tiba-tiba Farhan mengatakan sesuatu kepada kakaknya,
“Kak, nanti waktu malam takbiran Ibu dan Ayah kita jemput ya! untuk menyaksikan pesta kembang api bersama kita, biar tambah rame. Ya kak, ya!” Asih kembali terdiam, tak bisa berkata apa-apa. Ia teringat semuanya. Asih masih tak terima dengan apa yang terjadi waktu itu.

*Bagian IV ( Irma Nur Fitriana ) *
Hari yang membuat Asih teringat kejadian waktu itu pun enyah pergi begitu saja. Berganti dengan hari di mana Asih berencana akan membayar zakat di masjid. Saat akan berangkat menuju Masjid, Asih berpamitan terlebih dahulu kepada Farhan yang sedang bermain di teras Rumah.
“Farhan, kakak mau pergi ke masjid dulu ya” ujar Asih
“Kakak memang mau ngapain pergi ke masjid?” tanya Farhan.
Kakak mau membayar zakat dek” jawab Asih singkat. Dengan rasa penasaran, Farhan mulai kembali menghujam Kakaknya dengan berbagai pertanyaan masalah zakat. Ia menjelaskan dengan hati-hati, karena bukan hal mudah untuk menjelaskan masalah demikian kepada anak yang masih berumur lima tahun.
“ Rosulullah SAW mewajibkan berzakat, sebagai pencucian dari tindakan yang sia-sia, ucapan kotor, serta untuk membantu memberi kaum miskin. Kan masih banyak saudara Farhan diluar sana yang kurang beruntung daripada Farhan. Yang masih harus memunguti sampah, tinggal di Gubuk reyot dan masih banyak lainnya sayang.” Jelas Asih.
Apa orang dewasa saja kak yang harus membayar zakat?” Farhan kembali bertanya
Tidak dek, semua wajib. Bahkan bayi yang baru lahir waktu takbir pun harus berzakat. Yang penting tidak melebihi jam Sholat Ied
 “kalau begitu, apa aku boleh ikut kak?” pinta Farhan
“ee..ee..ee.. gimana ya? Lama lo dek, antrianya panjang. Mau to menunggu?” jawab Asih
Tidak apa-apa kak, Farhan mau kok menunggu” ujar Farhan
“oke kalau begitu, kamu tunggu di sini dulu ya, kakak ambil zakatnya dulu di dapur”
Asih menuju dapur belakang untuk mengambil beras yang akan di gunakan untuk berzakat. Setelah siap semuanya, Asih bergegas menemui Farhan, Ia membuka kantong kresek tersebut, dan mengambil beras secukupnya dengan ke-dua tangan dan berniat
“Nawaitu an ukhriza Zakatal fitri ngannafsi Fardhi syahri Romadhona Hadihisanati Fardhollillahhi ta’ala. “ Tak lupa Ia juga membimbing adiknya, kata perkata diejakkan agar Farhan mudah mengikutinya.
“ Bayarnya harus pakek beras ya kak?” tanya Farhan penasaran.
“ Tidak dek, dengan uangpun juga bisa. Ayo berangkat!Merekapun mulai bergegas menuju Masjid bersama.

Sesungguhnya masalah membayar zakat fitrah dengan uang sudah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Imam Abu Hanifah, Hasan Al-Bisri, Sufyan Ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membincangkannya, mereka termasuk orang-orang yang menyetujuinya. Ulama Hadits seperti Bukhari ikut pula menyetujuinya, dengan dalil dan argumentasi yang logis serta dapat diterima.
Menurut kami, membayar zakat fitrah dengan uang itu boleh, bahkan dalam keadaan tertentu lebih utama. Bisa jadi pada saat Idul Fitri jumlah makanan (beras) yang dimiliki para fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untuk kepentingan yang lain. Dengan membayarkan menggunakan uang, mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian untuk makanan, selebihnya untuk pakaian dan keperluan lainnya. Wallahu a’lam bish-shawab.
*Bagian V (Lia Sylvia Dewi) *
Kak! Farhan sayang kakak.” Dari kejauhan Farhan berlari, memeluk Asih dari belakang.
“Ramadhan itu, unik ya Kak.” Ucap Farhan di sela-sela perjalanan ngabuburit mereka. Mencabut ilalang, memainkannya bersama angin.
“Unik bagaimana sayang?”
“Ya unik saja. Farhan hanya melempar senyuman, dan melanjutkan katanya,
Orang-orang kaya pun juga ikut berpuasa, belum lagi Masjid mendadak penuh, harus bayar zakat dan yang paling menyenangkan, ada pesta kembang apinya kak.” antusiame Farhan membuat Anis terkekeh.
“Tradisi juga banyak loh Dek.” Farhan menatap Asih bingung.
“Indonesia, kaya dengan segala macam tradisi. Ada yang membuat makanan kemudian dimakan bersama dijalan dan bahkan ada yang membuat tumpeng gede banget ” Farhan melongo, membuka mulutnya lebar-lebar,
“ Bagaimana makannya kak? “
“ Entahlah dek.” Jawab Asih singkat.

Di tengah perjalanan, ketika matahari masih bergelayut di antara dedaunan, dalam sepoi angin penyambut bulan suci, tiba-tiba ...
“KEBAKARAN! TOLONG! KEBAKARAN!!” bunyi kentungan mengetuk semesta.
Cepat-cepat Asih mendekati salah seorang yang sedang berlari. Seketika perasaannya tak menentu, matanya berkunang-kunang. Bersama ucapan istigfar, semuanya gelap.
 “Allah jahat, kenapa Allah mengambil rumah Farhan, mengambil ayah, bunda, kakek, nenek?Farhan terus menangis dan menjerit tak karuan, Asih memeluknya erat-erat dan terus beristigfar.
Pak Rohman, selaku ketua kampung, mengarahkan para warga agar tetap siaga. Mengambil air-air dengan melewati cadas-cadas pembatas. Sedangkan para pemuda, lebih banyak dalam membersihkan puing-puing kebakaran.
Malam itu, tiba-tiba langit bergemuruh bak diombang-ambing. Suara penyalahan, suara kebencian meluap ditengah Ramadan.
“ Dasar, kamu perampok! Sudah membakar rumah orang, mencuri pula!”
“ Maaf pak, saya hanya ingin membelikan anak saya baju baru. . .”
“ Halaah! Ayo kita bawa ke Kantor polisi!” teriak salah Mang Maman, warga sekitar rumah Asih.
“ Tunggu pak!” para ibu-ibu menengahi.
“ Biarkan pak, saya tau mungkin Bapak ini lebih susah dari pada saya. Ini bulan Ramadan pak, saya ikhlas. “ Asih membantu pencuri itu berdiri.
“ Ramadan memang mampu membuat seseorang lebih baik. Tapi tanpa benteng yang kuat, racun uang lebih mematikan dari sekedar racun ular.” Ia menghela nafas sejenak dan melanjutkan katanya,
“ yakin pak! Pasti ada hikmah dibalik semuanya.” Pencuri itu pun menangis dan meminta maaf pada Asih.
Sabar, Dek!” meski dengan mata sembab, Anis membelai kepala adiknya. Para ibu-ibu dengan sigap mendekati mereka dan menawarkan tempat tinggal. Inilah Indonesia, solidaritas masih tetap berlaku. Tapi Asih menolaknya dan hanya meminta ijin untuk sementara tinggal di Kamar tamu masjid.

Selama di Masjid, Asih diminta untuk membentu mengajar anak-anak TPA sembari menunggu rumahnya selesai dibenahi warga.
“ Farhan, kamu masih marah sama Allah? “ tanya Asih pada Farhan.
“ Ndak kak, kata Pak Ustad Farhan udah gede, harus saling memaafkan. “ Asih tersenyum dan menatap adiknya.
Hingga malam takbir tiba, mereka masih tinggal di Masjid. Secara berganti warga sekitar yang mengirimkan makanan untuk mereka.
Seperti biasanya, jika malam takbir tiba. Semua anak berkumpul di Masjid, bertakbir bersama, menyalakan petasan, memainkan bedug dan tak lupa keliling desa dengan membawa obor.
Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar.....Laa - ilaaha - illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil - hamd.
Gemuruh takbir menggema dibagai penjuru. Ramadan kali ini, memang sungguh berat bagi Asih. Ramadan pertama tanpa ayah dan bunda serta rumahnya harus dilalap habis si jago merah. Ramadhan berakhir di tengah purnama, di tengah keberkahan, juga dengan segala godaan. Sejuta keunikan meluas di berbagai penjuru, bagai sejuta kunang-kunang berparade. Keberkahan yang dilipat gandakan, tradisi, zakat, malam lailatul qadr, juga kehilangan, Ramadhan menjadi saksinya. Rangkaian cerita mereka ukir diatas asa dan bahagia. Berharap berjumpa mendapat maghfiroh dan inayahnya.



July'15



Tentang Penulis :

Ramadhan Farid Akbar, lahir pada tanggal 31 Desember 1997 di Kota Reog. Dia biasa dipanggil Rama. Dengan nama pena Panji Asmoro Bangun. Hobinya menulis dan membaca, kiatnya untuk mengatakan ‘Eureka’ ‘aku berhasil’ terus digenggam sebelum ajal menjemput. Dia menyandang gelar sebagai seorang mahasiswa di UINSA Surabaya dan juga pernah mendapat juara tiga, lomba artikel tingkat pelajar SMA se-Ponorogo. Bisa dihubungi di Alamat e-mail, farid_akbar80@yahoo.com atau facebook ramadahan farid akbar.




Fitri Andriana, Seorang pendatang baru di Dunia pena. Ia adalah seorang Customer service di salah satu perusahaan travel di Kediri. Ia juga seorang Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris di UNISKA Kediri. Goresan tintanya bias dicek di http://rangkaiankalam.blogspot.com/

Irma Nur Fitriana, lahir pada 18 1998 di Madiun. Sekarang duduk di Kelas XII SMK NEGERI 1 GEGER. Tinggal di Deaa Pagotan, Rt.04/Rw.02, Kec.Geger Kab. Madiu. Jika ingin menghubunginya bisa di Facebook : Irma Nur Fitriana dan di nomor telepon 085790229113 bisa juga di e-mail mimamodanger@yahoo.com



Zean Elhamas Baihaqy, lahir 26 Juni 1999 di Jombang. Sekarang dia mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Bahrul Ulum lebih tepatnya kelas X MAN TAMBAKBERAS JOMBANG. Tinggal di Kec. Kabuh, Kab. Jombang. Akun Facebook: Zean Elhamas Baihaqy atau Email: Coenzean@outlook.com









Pengganjal

Judul       : Pengganjal
Entahlah!
Lagi-lagi kata itu lagi yang pertama keluar, karena memang, aku tak mengerti semua yang bersembunyi dibalik batu besar yang bersarang di otakku. Ia terlalu mengganjal, membuatku terasa sangat tersiksa. Batu itu bahkan mengapit kedua kakiku, sehingga membuatku tak mampu berjalan. Aku bosan menghadapinya, adakah pencungkit yang bisa memindahkannya? Lelah.
Seandainya saja, ada air yang mampu menetesinya setiap hari, mungkin semakin ringan, pun mengkikis sedikit demi sedikit. Sekuat apapun kaki mencoba, tetap saja. Naif hasilnya. Kakiku sering merasa bosan dan enggan untuk mencoba beranjak pergi.
Robby, bantu aku! Mengangkat kaki ini, agar mampu berjalan kembali. Dengan semangatnya yang tak pudar. Kaki ini terlalu lemas, jika tanpa bantuan dari tangan-Mu. Puncak kelelahanku dengan semua malas yang mengganggu, membuatku tak mampu menambah wawasanku. Akar diamku adalah dia ;musuhku. MALAS.
Aku hanya insan, yang hanya duduk terdiam menanti cahaya datang menyinari. Bodohku, aku hanya diam dan tak mencoba menyusuri sedikit cahaya, dilorong yang tak pernah henti menunjukan kepadaku jalan menuju indahnya cahaya yang sesungguhnya.
Robby, aku mohon, aku minta. . . ,
Tunjukan jalanmu, untuk meraih ridhomu. Menjadi bunga yang tetap menebar harum mengisi udara kala nestapa sang angin.



Kediri, 24-08-2015 

Sunday 23 August 2015

Maya


Judul      : Maya


Cinta menurutku seperti halnya nasi. Hidup tak kan terasa kenyang tanpanya. Jika ditanya, apa cinta itu harus? Maka jawabku adalah iya. Karena aku seorang pengembara serta pemungut cinta dimana saja. Tapi, bukan berarti aku gampangan ya!
Kemudian bagaimana dengan sayang? Entahlah! Sampai sekarang, jika ditanya bagaimana tabir antara keduanya, aku pun belum bisa menjawabnya.
Tak perlu pacar untuk menimbulkan sayang, tak berbeda jenis kelamin dulu untuk menumbuhkannya. Tanpa disadari banyak saying di sekitar kita yang tak pernah kita sadari ;keluarga, sahabat atau teman.
Bahkan, tanpa jumpa pun sering muncul yang namanya SAYANG. Seperti yang kurasa. Maya oh maya, tapi bukan Luna Maya atau Maya Estianti. Maya dunia yang kumaksud atau orang menyebutnya ‘dunia maya’.
 #Jreeeng… jreeengggg… Waktunya sesi curhattt… Cliiingggg!!! #plaakk, malah mau ngilang.
Dahulu kala ada seorang putri salju tapi tak pernah hidup di dunia yang bersalju. Hidupnya biasa didua alam ;darat dan laut bekecot apa emangnya… suatu hari… jleenggg… jleenggg… sang raja diraja melamarnya, lewat ingus alam hayalnya, dengan mahar emas 100 ton, perak 100 ton serta beras sekwintal. #plaakkk… aitss.. terlalu lebay ente, balik ke topic.
Bicara masalah sayang, banyak banget orang yang ane sayang walaupun ane belum pernah bertemu dengan mereka. Bahkan lewat dunia maya, ane banyak menemukan sahabat baru. Punya mama, tante, om, abang, akang, kakak dan adik. Apa guna facebook, twitter,google plus dan lain sebagainya itu, kalau ngak buat nambah sahabat. Tapi ingat! Tetap harus pilih-pilih, orang-orang baik akan selalu dikelilingi orang jahat. Cieee ilehh lebay.
Tapi bodohnya emang ente pernah pandai, ane baru mengenal manfaatnya setelah ane dihina orang, terus ane lapor polisi, ane tuntut ntuh orang dengan tuduan pelecehan nama baik emang nama ente baik #plaakk…!!!
Balik ke topic, ane masih ingat waktu itu ane dikatain katanya minat baca anak sekitar ane kurang. Ntuh kata bisa-bisanya langsung masuk hati ane tanpa permisi. Alhasil, ane yang malu karena memang benar apa yang dikata itu orang. Bahasa halusnya ANE BODOH KARENA TIDAK SUKA MEMBACA. Setelah malu mulai mau mampir pada diri ane, mulailah ane mencari novel-novel walau pinjam untuk dibaca. Setelah itu ane mulai suka dengan yang namanya cerita.
Suatu ketika, ane dengar desas-desus tentang warga palestina yang dijajah sama warga israil. Berbondong-bondong orang pada bantu, entah uang, pakaian dan lain sebagainya. Sebagai seorang muslimah yang ngerasa disono adalah tanah kelahiran nabi serta ada masjidil aqso yang pernah juga dijadikan kiblat untuk orang muslim, ane geram, tapi ane gak punya uang atau yang lainnya buat bantu. Ane lari-lari ke mbah google, ehhh.. ada event bikin puisi dan Alhamdulillah dari lima ratusan peserta karya ane masih 80 terbaik untuk dibukukan. Berawal dari karya ane yang dibukukan, ane mulai mencari-cari teman sekaligus guru lewat media social yaitu facebook. Ternyata, asik berteman dengan para penulis, selain bisa mencuri ilmunya ane juga dapat banyak motivasi utuk tetap menulis.
Seiring bertambahnya hari, teman ane semakin banyak dan tentunya banyak pula ilmu yang bisa ane curi dari teman-teman ane yang maya itu. Idiihh.. pencuri L
Yang terpenting banyak ilmu yang ane dapet, makanya kawan gunain si maya dengan sebaik-baiknya. Banyak banget yang bisa kita peroleh dari sana. Tak ada ruginya kalau kita bisa ambil sisi baiknya. Buat apa gadget bagus tapi hanya untuk hal yang tidak berguna, iya tidak?
Jangan hanya teknologi menjajah kita, tapi kita gunakan teknologi terutama maya untuk menjajah mereka. Ane memang masih bodoh, tapi ane bertekad ane harus pandai. Tapi bukan pandai biasa, pandai yang berbonus ngerti.

So, LET'S GO TO IMPROVE OUR SKILLS

Okey, sekian curhatan hari ini. Semoga bermanfaat terutama untuk ane sendiri.
Wassalam…


Kediri, 23-08-2015

 


Rindu Cahaya Negeri


Judul : Rindu Cahaya Negeri


Entahlah! Negeri ini terasa semakin sesak. Tak ada jiwa pahlawan yang bersemayam di sanubari para penerus Negeri. Aku sungguh geram, dengan tingkah pemuda masa kini yang diperbudak oleh teknologi. Apalagi para petinggi. Apakah otak mereka sudah tercuci dengan setan dunia yang berwujud uang? atau memang mereka tak memiliki otak? Jika kataku yang demikian ini mau dipersalahkan, ya silahkan! Kemudian apa fungsi demokrasi? Apakah demokrasi hanya label yang belum berstatus halal, sehingga belum boleh dikonsumsi oleh para rakyat. Aneh sungguh aneh Negeriku ini, pemuda berprestasi tak diakui. Seandainya para petinggi mau melek (membuka; bahasa Jawa) matanya, mungkin mereka tak perlu pergi ke Negeri orang hanya untuk diakui.
Apakah kalian tau pak, kemana larinya para pemain Garuda Indonesia? Ke Negeri tetangga. Karena apa? Karena kalian masih saja asik dengan permainan monopoli dalam Istana sendiri. Tidak ingatkah kalian, bagaimana kita bersorak bangga bahwa Indonesia mampu naik ke puncak dengan kaki-kaki mereka? Apa kau tau, jika banyak generasi-generasi Qur’an yang mampu mengharumkan nama Negeri ini? Tidak, bahkan kau hanya bungkam membisu, mungkin karena kalian memang bisu.
Sungguh ironis, bukan gedung lapuk yang seharusnya dirubuhkan. Tapi para petinggi lapuk disana yang seharusnya dipangkas habis.
“Nduk, kamu lagi apa?” Tanya umi, yang membangunkan dari gerutuku. “Astagfirullah” batinku.
“Kamu nangis to nduk?”
“Mboten umi, nduk hanya jengkel lihat berita di Televisi.” Jawabku singkat. Tangan lembut umi kembali membelai pipiku, menghapus air yang tanpa sengaja mengalir.
“Sudahlah nduk, tangisanmu pun tak bisa merubah para penjabat itu.”
“Aku rindu Rosul umi, aku ingin memiliki pemimpin seperti beliau.” Dengan sesenggukan tiba-tiba, kata tersebut keluar dari mulutku. Dari berbagai sirah yang kubaca, aku bahkan ingin merasakan hidup di zamannya.

Kediri, 16 Agustus 2015

 
AZ-ZHAFIROH Blogger Template by Ipietoon Blogger Template